Sabtu, 19 Desember 2009

AIDS di Indonesia

Di sebagian besar wilayah Indonesia, HIV/AIDS terkonsentrasi di populasi berisiko tinggi tetapi dalam populasi tersebut -- khususnya Pengguna Napza Suntik (selanjutnya disebut penasun) dan pekerja seks -- angka infeksi meningkat secara cepat. Di Tanah Papua ('Papua' dan 'Irian Jaya Barat' yang sebelumnya merupakan satu propinsi), epidemi sudah menyebar ke populasi umum. Laporan ini dibuat untuk menggambarkan kemajuan Indonesia dalam melawan AIDS selama periode 2004-2005.

Secara keseluruhan, National Composite Policy Index meningkat dari 65 persen tahun 2003 menjadi 75 persen tahun 2005. Indonesia mulai meningkatkan responnya terhadap epidemi HIV ini. Tahun 2004, pemerintah mengalokasikan US$ 13 juta, meningkat 106% dari anggaran HIV/AIDS tahun 2003. National Composite Policy Index juga meningkat dari 65 persen tahun 2003 menjadi 75 persen tahun 2005. Dan 12 menteri serta pemerintah lokal telah menuangkan Strategi Nasional ke dalam rencana strategis dan rencana kerja tahunan.

Menteri Kesehatan mengambil tindakan untuk merevitalisasi kembali program sentinel surveillans nasional yang tidak berjalan dengan baik setelah dilaksanakannya desentralisasi di tahun 2001. Provinsi-provinsi yang memiliki prevalensi tertinggi sekarang memiliki estimasi yang bisa diandalkan mengenai jumlah orang dari kelompok berisiko tinggi yang hidup dengan HIV/AIDS.

Namun demikian, belum banyak orang yang dijangkau oleh program pencegahan (kurang dari 10 persen), dan sangat sedikit yang dapat mengakses pelayanan VCT (18 persen penasun dan 14 persen pekerja seks). Di kalangan kelompok rentan, pengetahuan tentang HIV/AIDS meningkat, tetapi masih belum mencukupi: hanya 43 persen lelaki suka lelaki (LSL) dan 24 persen pekerja seks perempuan yang bisa mengidentifikasi secara benar cara-cara pencegahan penularan HIV secara seksual. Perilaku berisiko juga masih banyak yang melakukannya: hanya sekitar 50 persen pekerja seks perempuan dan lelaki suka lelaki yang melaporkan secara rutin menggunakan kondom, sementara kurang dari 20 persen penasun yang melaporkan menghindari praktek berbagi jarum suntik dan mau menggunakan kondom. Pengguna napza suntik ternyata juga sangat berkaitan dengan industri seks, meningkatkan risiko penyebaran HIV ke populasi umum.

Telah banyak upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kepedulian kaum muda terhadap HIV/AIDS dan membekali mereka dengan keterampilan untuk melindungi dirinya sendiri. Lebih dari 500 sekolah di 20 propinsi memberikan pendidikan keterampilan hidup berkatian dengan HIV/AIDS, diberikan oleh para guru terlatih.

Di Tanah Papua, kombinasi pendidikan keterampilan hidup dengan budaya serta pendidik sebaya sudah dijadikan pilot proyek di 123 sekolah dan sudah mencapai lebih dari 40 ribu siswa Sekolah Menengah Pertama.

Di dunia kerja, pemerintah, asosiasi pekerja dan serikat pekerja menandatangani Deklarasi Komitmen Tripartit untuk mengambil tindakan untuk penanggulangan HIV/AIDS di dunia kerja, dan tahun 2004 disahkan Keputusan Menteri mengenai anti diskriminasi dan perlunya program penanggulangan serta kebijakan tentang HIV/AIDS di dunia kerja. Sebanyak 35 perusahaan telah memiliki kebijakan HIV/AIDS di dunia kerja, 110 perusahaan ikut berpartisipasi dalam program pendidikan AIDS dan sebanyak 550 ribu karyawannya sudah dijangkau dengan pendidikan ini.

Beberapa tantangan yang dihadapi dan membutuhkan pemecahan masalah antara lain:

  • Memantapkan kapasitas Komisi Penanggulangan AIDS Nasional dan Lokal,
  • Melengkapi rencana tindakan nasional beserta informasi dana yang diperlukan dalam rangka melaksanakan strategi AIDS nasional,
  • Meningkatkan mekanisme koordinasi agar sejalan dengan prinsip Three Ones,
  • Membuat undang-undang di tingkat nasional dan local untuk melindungi hak-hak ODHA dan mempromosikan pencegahan HIV,
  • Membangun kapasitas staf kesehatan, LSM dan Organisasi berbasiskan Agama,
  • Meningkatkan ketersediaan dan penggunaan jarum suntik yang bersih dan kondom bagi kelompok populasi berisiko tinggi,
  • Meningkatkan pendidikan keterampilan hidup untuk pemuda pemudi di sekolah dan luar sekolah,
  • Meningkatkan peranan sektor swasta, khususnya program pencegahan HIV di tempat kerja,
  • Ekspansi fasilitas VCT yang cepat dan meningkatkan akses terhadap semua perawatan termasuk ARV dan PMTCT,
  • Menyelesaikan pembuatan dan menetapkan mulainya implementasi sistem M&E komprehensif yang sejalan dengan prinsip Three Ones.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar